BatuBara Dunia

Harga BatuBara Dunia Naik Tajam, China Jadi Kunci Penggerak Pasar Energi Global

Harga BatuBara Dunia Naik Tajam, China Jadi Kunci Penggerak Pasar Energi Global
Harga Batu Bara Dunia Naik Tajam, China Jadi Kunci Penggerak Pasar Energi Global

JAKARTA - Kenaikan tajam harga batu bara kembali mencuri perhatian pasar energi dunia pada Rabu, 15 Oktober 2025. Lonjakan ini dipicu oleh meningkatnya aktivitas impor dari China yang menjadi faktor dominan dalam pergerakan harga global.

Harga batu bara Newcastle untuk kontrak Oktober 2025 melesat sebesar US$ 2,05 hingga menyentuh level US$ 105,85 per ton. Sementara kontrak November 2025 meningkat lebih tinggi sebesar US$ 2,45 hingga mencapai US$ 108 per ton.

Tidak berhenti di situ, harga kontrak Desember 2025 juga menunjukkan penguatan sebesar US$ 2,5 menjadi US$ 109,4 per ton. Kenaikan ini mencerminkan dorongan kuat dari sisi permintaan yang kembali membaik menjelang musim dingin.

Pergerakan positif juga tampak pada harga batu bara di pasar Eropa, khususnya di Rotterdam. Untuk kontrak Oktober 2025, harga naik US$ 2 menjadi US$ 91,05 per ton.

Kenaikan serupa terjadi pada kontrak November 2025 yang melonjak US$ 3,45 menjadi US$ 93,55. Sementara kontrak Desember 2025 turut menguat sebesar US$ 3,4 dan kini diperdagangkan di kisaran US$ 94,35 per ton.

Kinerja Impor China Jadi Pemicu Utama Pergerakan Harga

Lonjakan harga ini terjadi setelah data resmi menunjukkan peningkatan signifikan impor batu bara China pada September 2025. Berdasarkan laporan Administrasi Umum Kepabeanan China, volume impor bulan itu mencapai 46 juta ton metrik.

Meskipun angka tersebut sedikit di bawah rekor tahun lalu yang mencapai 47,59 juta ton, capaian kali ini tetap menjadi yang tertinggi dalam sembilan bulan terakhir. Data ini menunjukkan bahwa permintaan energi dari sektor industri dan pembangkit di China terus meningkat.

Kenaikan harga batu bara domestik di negeri tersebut menjadi alasan utama bagi banyak perusahaan untuk beralih pada komoditas impor. Harga internasional yang relatif lebih murah membuat impor batu bara kembali kompetitif di pasar China.

Feng Dongbin, Wakil General Manager Fenwei Digital Information Technology, menjelaskan bahwa kesenjangan harga antara batu bara domestik dan impor memperkuat minat pembelian. “Keunggulan harga inilah yang menjadi pendorong utama pemulihan cepat volume impor,” ujar Feng.

Pengetatan pasokan dalam negeri turut memperkuat tren kenaikan harga tersebut. Pemerintah daerah di Mongolia Dalam, salah satu wilayah penghasil batu bara terbesar di China, menghentikan operasi 15 tambang yang melampaui batas kuota produksi.

Langkah ini membuat suplai menurun, sementara kebutuhan energi untuk industri dan rumah tangga justru terus meningkat. Kombinasi keduanya memicu tekanan tambahan pada harga batu bara lokal, mendorong permintaan terhadap impor dari luar negeri.

Krisis Panas dan Lonjakan Permintaan Listrik Percepat Kenaikan Harga

Selain faktor pasokan, kondisi cuaca ekstrem juga turut memengaruhi lonjakan harga batu bara. Musim panas tahun 2025 tercatat sebagai yang terpanas dalam sejarah China, sehingga konsumsi listrik dari pembangkit berbasis batu bara meningkat tajam.

Pada Agustus 2025, produksi listrik termal di negara tersebut mencapai level tertinggi sejak setidaknya tahun 1998. Lonjakan kebutuhan listrik itu memperbesar kebutuhan terhadap bahan bakar fosil, terutama batu bara, yang masih menjadi sumber utama energi di sana.

Kenaikan permintaan energi dari sektor industri dan rumah tangga menambah tekanan pada pasokan domestik yang sudah terbatas. Akibatnya, pasar impor kembali menjadi solusi cepat bagi China untuk menjaga stabilitas energi nasionalnya.

Meski demikian, tren ini tidak lepas dari potensi risiko volatilitas harga di pasar global. Ketergantungan besar terhadap suplai eksternal membuat harga batu bara internasional menjadi sangat sensitif terhadap perubahan kebijakan impor China.

Tren Global Menuju Transisi Energi dan Tantangan Keberlanjutan

Kenaikan harga batu bara yang terjadi kali ini juga menyoroti perdebatan global mengenai transisi energi bersih. Di satu sisi, batu bara masih menjadi penopang utama kebutuhan listrik di banyak negara berkembang, termasuk China dan India.

Namun di sisi lain, tekanan untuk beralih ke energi terbarukan semakin meningkat seiring komitmen global terhadap pengurangan emisi karbon. Beberapa negara Eropa bahkan mulai menutup pembangkit listrik berbasis batu bara dan menggantinya dengan tenaga surya atau angin.

China sendiri telah mengumumkan langkah jangka panjang untuk memperluas kapasitas energi hijau. Meski begitu, dalam jangka pendek, kebutuhan terhadap batu bara masih akan tetap tinggi, terutama untuk menjaga kestabilan pasokan listrik nasional.

Para analis memperkirakan bahwa harga batu bara global akan tetap berfluktuasi hingga akhir 2025. Jika permintaan impor China terus menguat sementara pasokan domestik masih terbatas, harga berpotensi menembus level di atas US$ 110 per ton.

Sebaliknya, jika pasokan mulai longgar dan cuaca ekstrem berakhir, harga bisa kembali terkoreksi dalam waktu dekat. Meski begitu, volatilitas pasar ini akan tetap menjadi tantangan bagi industri energi global, terutama bagi negara yang masih bergantung pada batu bara sebagai sumber utama listriknya.

Outlook Batu Bara Menjelang Akhir 2025

Secara kumulatif, total impor batu bara China sepanjang Januari hingga September 2025 tercatat mencapai 345,89 juta ton. Angka ini menurun sekitar 11% dibanding periode yang sama tahun lalu, namun tren pemulihan mulai tampak sejak pertengahan tahun.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa meskipun ada tekanan dari kebijakan lingkungan dan transisi energi, batu bara tetap menjadi komoditas vital dalam perekonomian global. Ketahanan energi masih menjadi prioritas utama, terutama bagi negara dengan populasi dan aktivitas industri besar seperti China.

Dengan proyeksi musim dingin yang lebih dingin dari tahun-tahun sebelumnya, permintaan terhadap batu bara diperkirakan akan tetap tinggi hingga akhir tahun 2025. Kenaikan harga ini menjadi sinyal bagi pelaku industri bahwa energi fosil masih memiliki peran penting di tengah upaya global menuju ekonomi hijau.

Dalam jangka panjang, dinamika pasar batu bara akan terus bergantung pada kebijakan energi China dan negara pengimpor besar lainnya. Meskipun dunia beralih menuju energi terbarukan, batu bara belum akan sepenuhnya tergantikan dalam waktu dekat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index