JAKARTA - Kementerian Transmigrasi (Kementrans) berkomitmen menyelesaikan masalah sertifikasi lahan transmigrasi di seluruh Indonesia. Targetnya adalah menyerahkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas 7.136 bidang tanah hingga akhir 2025.
Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi menyampaikan, hingga kini pihaknya telah menuntaskan sertifikasi terhadap 6.615 bidang lahan, atau 48 persen dari target 13.751 bidang lahan sepanjang tahun ini. Hal ini menunjukkan progres yang cukup signifikan, meskipun masih ada tantangan di lapangan.
Tantangan Sertifikasi Lahan
Salah satu kendala utama adalah tumpang tindih kepemilikan lahan transmigrasi dengan lahan milik kementerian lain, BUMN, korporasi, pemerintah daerah, hingga perorangan. Masalah ini membuat proses sertifikasi menjadi lebih kompleks dan membutuhkan koordinasi lintas lembaga.
Selain itu, terdapat 85 lokasi lahan transmigrasi yang masuk dalam kawasan hutan. Kondisi ini memerlukan pendekatan khusus dan penyesuaian dengan regulasi kehutanan agar sertifikasi tetap dapat dilakukan.
Strategi ‘Jemput Bola’ dan Sinergi Antar Kementerian
Untuk mempercepat proses, Kementrans akan mengimplementasikan metode ‘jemput bola’ ke daerah-daerah transmigrasi. Metode ini diharapkan meningkatkan komunikasi, koordinasi, integrasi, dan sinergi dengan pemerintah daerah serta kementerian terkait.
Viva Yoga menekankan bahwa optimalisasi sistem tata kelola pertanahan berbasis One Map Policy menjadi kunci percepatan sertifikasi. Sinergi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) serta pemerintah daerah akan semakin memperkuat proses tersebut.
Selain itu, Kementrans akan menerbitkan surat edaran kepada pemerintah daerah. Surat ini menjadi landasan hukum untuk melepaskan status kawasan hutan dari desa dan lahan transmigrasi yang masuk kawasan hutan.
Komitmen Menjamin Hak Transmigran
Viva Yoga menegaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab memastikan transmigran yang telah menempati lahan puluhan tahun memiliki SHM. Sertifikat ini menjadi jaminan kepastian hukum bagi mereka dalam mengelola tanah dan mengembangkan usahanya.
Rapat kerja Komisi V DPR bersama Kementrans dan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) pada 16 September 2025 menegaskan komitmen ini. Langkah-langkah yang disepakati bertujuan untuk menuntaskan masalah sertifikasi sekaligus memastikan hak transmigran terlindungi secara hukum.
Implementasi pemetaan yang akurat dan sistematis menjadi kunci agar sertifikasi lahan tidak terhambat. Kementrans berharap pendekatan proaktif ini mampu mempercepat penyelesaian target hingga akhir tahun.
Metode jemput bola juga akan memudahkan koordinasi dengan masyarakat lokal. Hal ini diharapkan mengurangi hambatan administratif dan mempercepat proses verifikasi data lahan.
Sertifikasi lahan transmigrasi memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat. Dengan SHM, transmigran dapat mengakses pembiayaan formal dan memanfaatkan lahan secara optimal untuk produktivitas ekonomi.
Pendekatan berbasis One Map Policy memungkinkan Kementrans dan ATR/BPN menyesuaikan batas-batas lahan secara presisi. Hal ini mencegah sengketa lahan di masa depan dan meningkatkan kepastian hukum bagi transmigran.
Selain itu, sinergi lintas kementerian diharapkan menekan potensi konflik kepemilikan lahan. Koordinasi yang baik juga mempercepat penyelesaian isu tumpang tindih yang selama ini menjadi hambatan utama.
Pemutakhiran data dan pemetaan yang tepat menjadi fondasi penting sertifikasi lahan. Dengan data akurat, proses penerbitan SHM bisa berjalan lebih lancar dan transparan.
Keberhasilan sertifikasi lahan transmigrasi akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap program transmigrasi. Hal ini penting untuk mendorong partisipasi dan dukungan masyarakat di daerah-daerah transmigrasi.
Kementrans menargetkan semua sisa lahan tuntas sertifikasinya pada akhir 2025. Target ini menuntut koordinasi aktif antara pusat dan daerah serta dukungan penuh dari berbagai pihak terkait.
Selain aspek hukum, sertifikasi juga berdampak pada stabilitas sosial. Kepastian kepemilikan lahan dapat mengurangi konflik dan menciptakan suasana kondusif bagi pembangunan daerah.
Program ini sekaligus memperkuat tata kelola pertanahan nasional. Pendekatan sistematis dan berbasis data menjadi contoh praktik terbaik dalam penyelesaian sengketa lahan yang kompleks.
Langkah Kementrans dalam mengatasi permasalahan lahan transmigrasi menjadi bagian dari agenda pembangunan berkelanjutan. Penyelesaian sertifikasi ini diharapkan memberi manfaat jangka panjang bagi transmigran dan pengembangan wilayah.
Dengan SHM, transmigran memiliki hak hukum penuh atas tanahnya. Hal ini membuka peluang bagi mereka untuk mengembangkan usaha, meningkatkan produktivitas, dan berkontribusi terhadap perekonomian daerah.
Keberhasilan sertifikasi juga menjadi tolok ukur efektivitas kebijakan transmigrasi. Kementrans berkomitmen memastikan seluruh target tercapai tepat waktu dengan pendekatan proaktif dan berbasis data.
Melalui strategi jemput bola dan kolaborasi lintas kementerian, Kementrans ingin menunjukkan bahwa penyelesaian masalah lahan transmigrasi bisa dilakukan secara cepat dan tepat. Pendekatan ini diharapkan menjadi model bagi program pembangunan serupa di masa depan.
Dengan langkah-langkah ini, Kementrans berupaya memastikan setiap transmigran menerima haknya secara sah dan terukur. Proses sertifikasi yang tuntas akan menjadi pencapaian signifikan dalam program transmigrasi nasional hingga akhir 2025.