JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menegaskan bahwa tarif MRT dan LRT tidak akan mengalami kenaikan. Hal ini disampaikan di tengah wacana efisiensi subsidi transportasi menyusul pemangkasan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah.
“Saya pastikan tarif MRT dan LRT tidak naik. Kajian terhadap ‘willingness to pay’ dan ‘ability to pay’ menunjukkan tarif saat ini masih sesuai kemampuan masyarakat,” ujar Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, Kamis, 9 Oktober 2025. Pernyataan ini disampaikan dalam Media Fellowship Program MRT Jakarta 2025 di Jakarta.
Keekonomian Tarif MRT dan LRT
Berdasarkan perhitungan tahun lalu, keekonomian tarif MRT sebenarnya mencapai sekitar Rp13 ribu per penumpang. Namun, tarif yang dibayarkan hanya Rp7.000, sehingga rata-rata subsidi pemerintah per pelanggan sekitar Rp6.000.
Angka ini masih masuk dalam skema subsidi transportasi yang telah dirancang. Dengan mekanisme ini, tarif tetap terjangkau bagi masyarakat tanpa mengurangi kualitas layanan MRT dan LRT.
Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiyat, menambahkan, untuk rute Bundaran HI–Lebak Bulus, nilai keekonomian mencapai Rp32.000 per penumpang. Saat ini penumpang hanya membayar Rp14.000, sehingga selisih Rp18.000 ditanggung pemerintah melalui skema Public Service Obligation (PSO).
Selain itu, MRT Jakarta mengandalkan pendapatan non-farebox untuk menjaga keberlanjutan operasional. Pendapatan ini berasal dari penamaan (naming rights), penyewaan ruang ritel dan komersial, serta aktivitas digital dan media.
Tantangan Tarif Transjakarta
Berbeda dengan MRT dan LRT, tarif Transjakarta terakhir ditetapkan pada 2005, yakni Rp3.500. Dalam dua dekade terakhir, upah minimum provinsi (UMP) meningkat enam kali lipat dan inflasi kumulatif mencapai 186,7 persen.
Analisis menunjukkan bahwa penyesuaian tarif Transjakarta sudah perlu dilakukan untuk menjaga keberlanjutan layanan. Cost recovery Transjakarta menurun dari 34 persen pada 2015 menjadi 14 persen saat ini, menunjukkan biaya operasional semakin tinggi.
Syafrin menambahkan, meski penyesuaian tarif sedang didetailkan, belum ada angka final yang ditetapkan. Pemerintah masih meninjau skema yang sesuai agar layanan tetap berkelanjutan tanpa membebani masyarakat.
Subsidi Transportasi dan Efisiensi Anggaran
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyebut, pemerintah provinsi sedang mengkaji ulang skema subsidi transportasi umum. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari efisiensi anggaran menyusul pemangkasan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah.
Namun, Pramono menegaskan kajian tersebut tidak serta-merta akan meningkatkan tarif transportasi umum. “Subsidi transportasi kita besar sekali, tapi bukan berarti tarif akan langsung dinaikkan. Ini hanya contoh,” ujarnya pada Senin, 6 Oktober 2025.
Besaran subsidi transportasi umum di Jakarta saat ini mencapai hampir Rp15.000 per orang. Pemerintah ingin memastikan subsidi tetap sejalan dengan kondisi fiskal daerah tanpa mengorbankan aksesibilitas layanan publik.
Dampak Pemangkasan Dana Transfer
Pemangkasan dana transfer ke daerah, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH), membuat proyeksi APBD DKI Jakarta 2025 turun signifikan. Dari semula Rp95,35 triliun, kini diperkirakan hanya Rp79,03 triliun.
Meski demikian, pemerintah menekankan bahwa layanan transportasi tetap menjadi prioritas. Skema efisiensi akan fokus pada pengelolaan anggaran dan sumber pendapatan tambahan tanpa membebani penumpang.
Selain itu, pemeliharaan kualitas layanan tetap dijaga. Standar pelayanan minimum MRT Jakarta dilaporkan mencapai 99,9 persen, menunjukkan bahwa efisiensi tidak mengurangi kenyamanan penumpang.
Kebijakan ini juga memberikan ruang bagi inovasi pendapatan non-farebox. Dengan strategi ini, perusahaan transportasi dapat menyeimbangkan biaya operasional dan subsidi pemerintah, sehingga layanan tetap berkelanjutan.
Pemerintah DKI Jakarta menekankan pentingnya menjaga keterjangkauan transportasi umum. Tujuannya agar masyarakat tetap bisa memanfaatkan MRT, LRT, dan Transjakarta sebagai solusi mobilitas sehari-hari tanpa terbebani tarif tinggi.
Meski biaya operasional meningkat, fokus tetap pada keberlanjutan layanan. Skema subsidi yang efisien, ditambah inovasi pendapatan tambahan, akan mendukung stabilitas tarif transportasi publik.
Dalam jangka panjang, strategi ini diharapkan menciptakan sistem transportasi publik yang lebih modern dan responsif. Masyarakat tetap mendapat akses mudah dan tarif terjangkau, sementara pemerintah mengelola anggaran secara efisien.