Pemerintah Targetkan Kesepakatan Tarif 0 Persen AS Akhir November 2025

Kamis, 30 Oktober 2025 | 11:14:26 WIB
Pemerintah Targetkan Kesepakatan Tarif 0 Persen AS Akhir November 2025

JAKARTA - Peluang bagi Indonesia memperoleh tarif perdagangan 0% dari Amerika Serikat mulai terbuka. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut hal ini berlaku khusus untuk komoditas yang tidak diproduksi di AS, seperti kelapa sawit, kakao, dan karet.

Target pemerintah adalah menyelesaikan kesepakatan ini pada akhir November 2025. Langkah ini dilakukan untuk memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan internasional dan meningkatkan daya saing produk lokal.

Negosiasi ini akan kembali dilanjutkan setelah agenda pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC). Airlangga menegaskan pemerintah fokus pada komoditas yang menjadi rantai pasok strategis, termasuk untuk industri medis.

“Sudah kita bicarakan untuk produk yang AS tidak bisa produksi, seperti kelapa sawit, kakao, rubber, itu seluruhnya diberikan nol. Kita minta juga untuk komoditas tertentu yang menjadi rantai pasok untuk misalnya industri medis,” ujar Airlangga.

Kesempatan Strategis di Tengah KTT ASEAN dan Diplomasi Perdagangan AS

Kesepakatan tarif 0% ini menjadi momentum bagi Indonesia di tengah KTT ASEAN. Beberapa negara tetangga telah lebih dulu mengamankan kesepakatan serupa dengan Amerika Serikat.

Presiden AS Donald Trump melakukan rangkaian pertemuan perdagangan di Asia Tenggara. Ia menandatangani kesepakatan dengan Malaysia dan Kamboja, serta kerangka kerja untuk perjanjian dengan Thailand dan Vietnam.

Tujuan Trump adalah menghapus hambatan tarif dan non-tarif pada ekspor AS. Langkah ini juga termasuk janji pemerintahannya untuk membeli miliaran dolar barang dari AS, yang dianggap sebagai kemenangan diplomasi dagang bagi Negeri Paman Sam.

Namun, manfaat bagi negara-negara ASEAN masih terbatas. Tarif ekspor yang ditegaskan tetap tinggi, dengan beberapa kategori hanya menerima pengecualian terbatas dari bea masuk.

Negosiasi Indonesia dengan AS diharapkan dapat mengikuti jejak keberhasilan tetangga. Pemerintah berupaya memastikan kesepakatan lebih menguntungkan untuk ekspor produk unggulan dalam negeri.

Fokus Indonesia pada Komoditas Non-Produksi AS dan Rantai Pasok Vital

Kelapa sawit, kakao, dan karet menjadi prioritas utama. Ketiganya dipilih karena tidak diproduksi di Amerika Serikat, sehingga berpotensi mendapat tarif 0%.

Selain itu, komoditas yang menjadi rantai pasok industri strategis juga menjadi perhatian. Airlangga menyebut salah satunya adalah bahan baku untuk industri medis, yang sangat krusial dalam perdagangan internasional.

Dengan fokus pada sektor ini, pemerintah berharap meningkatkan ekspor Indonesia. Langkah ini juga diharapkan mendorong nilai tambah dan membuka peluang investasi baru di dalam negeri.

Kesepakatan ini juga akan memberikan kepastian bagi pelaku usaha. Perusahaan eksportir bisa merencanakan produksi dan pengiriman dengan tarif bea masuk yang lebih kompetitif.

Tantangan dan Prospek Kesepakatan Perdagangan dengan AS

Meski peluang terbuka, negosiasi tetap menghadapi ketidakpastian. Rincian kesepakatan sebelumnya dengan negara lain menunjukkan beberapa hambatan masih ada.

Kesepakatan AS dengan Malaysia dan Kamboja misalnya, memberikan penghapusan tarif hanya untuk kategori terbatas. Hal ini menekankan pentingnya diplomasi yang cermat untuk mendapatkan manfaat optimal bagi Indonesia.

Negosiasi Indonesia juga harus mempertimbangkan kepentingan strategis nasional. Pemerintah ingin memastikan bahwa kesepakatan mendukung pertumbuhan ekonomi domestik dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global.

Selain itu, penyelarasan dengan sektor industri dalam negeri menjadi kunci. Penghapusan tarif tidak hanya meningkatkan ekspor, tetapi juga mendorong efisiensi dan daya saing industri lokal.

Kesuksesan kesepakatan ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara. Pendapatan dari ekspor komoditas unggulan berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru.

Pemerintah optimistis, dengan strategi negosiasi yang tepat, Indonesia bisa memaksimalkan manfaat dari peluang perdagangan bebas. Target akhir November 2025 menjadi momentum untuk mengamankan kesepakatan yang saling menguntungkan.

Terkini