JAKARTA - Pendisiplinan siswa di sekolah sebaiknya tidak menggunakan kekerasan, tegas Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti. Ia menyayangkan jika kasus disiplin justru dibawa ke ranah hukum atau dijadikan alasan kepala sekolah dicopot oleh pemerintah daerah.
Menurut Mu’ti, Kemendikdasmen telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. MoU tersebut menegaskan bahwa kasus kekerasan di sekolah tidak selalu harus diproses secara hukum selama masih bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
Restorative Justice Jadi Prioritas dalam Menangani Kekerasan di Sekolah
“Kami ada MoU dengan Kapolri. Saat ada kekerasan di sekolah, sepanjang bukan tindakan kriminal, itu tak akan diproses,” ujar Mu’ti, Senin, 20 Oktober 2025. Pendekatan yang digunakan adalah restorative justice, yakni pemulihan relasi sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.
Restorative justice menekankan dialog, mediasi, dan penyelesaian konflik secara kekeluargaan. Tujuannya agar siswa yang melakukan kesalahan bisa memahami dampak perbuatannya sekaligus diperbaiki hubungannya dengan korban dan lingkungan sekolah.
Kepala Sekolah dan Guru Tidak Boleh Dipolitisasi
Mu’ti juga menyoroti kepala sekolah dan guru di daerah yang kerap terjebak dalam dinamika politik lokal. Ia menekankan perlunya pembinaan oleh pemerintah pusat agar pengembangan karier guru dan kepala sekolah dilakukan berdasarkan meritokrasi.
“Hal ini agar kepala sekolah dan guru tidak dipolitisasi untuk kepentingan sesaat,” tambah Mu’ti. Dengan demikian, keputusan terkait mutasi, promosi, atau pemecatan kepala sekolah dapat diambil berdasarkan kompetensi dan pengalaman, bukan tekanan politik.
Aturan Meritokrasi untuk Kepala Sekolah
Guru yang ditunjuk menjadi kepala sekolah tetap berada di bawah kewenangan pemerintah daerah, tetapi Kemendikdasmen mengatur agar proses ini mengikuti prinsip meritokrasi. Kepala sekolah harus mengikuti pelatihan calon kepala sekolah dan memperoleh sertifikat sebagai syarat resmi.
Selain itu, kepala sekolah di sekolah negeri wajib memiliki minimal golongan IIIC atau pengalaman delapan tahun sebagai guru. Hal ini memastikan kepala sekolah memiliki pengalaman yang matang dalam memimpin dan memahami dinamika pendidikan di sekolah.
Upaya Kemendikdasmen Mencegah Kekerasan di Lingkungan Sekolah
Kemendikdasmen menekankan pentingnya pendekatan humanis dalam mendisiplinkan siswa. Kekerasan fisik tidak hanya berpotensi merusak mental siswa, tetapi juga dapat menimbulkan konflik yang berlarut-larut.
Pemerintah mendorong kepala sekolah menggunakan metode edukatif dan restoratif. Dengan demikian, siswa dapat belajar dari kesalahan tanpa merasakan trauma akibat hukuman fisik atau tekanan berlebihan.
Perlunya Sinergi dengan Aparat Penegak Hukum
Kolaborasi dengan kepolisian melalui MoU juga menjadi kunci agar penanganan kasus kekerasan di sekolah berjalan proporsional. Polisi hanya terlibat jika ada indikasi kriminal serius, sementara kasus ringan diselesaikan di lingkungan sekolah dengan pendampingan guru dan orang tua.
Mu’ti berharap pendekatan ini mengurangi gesekan antara sekolah, pemerintah daerah, dan aparat hukum. Strategi ini bertujuan menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan kondusif bagi perkembangan siswa.
Pendidikan Berbasis Pengalaman dan Kompetensi
Selain penekanan pada disiplin siswa, Kemendikdasmen juga menekankan pentingnya pengembangan profesional guru. Guru dan kepala sekolah didorong mengikuti pelatihan, sertifikasi, dan penilaian berbasis kompetensi.
Dengan langkah ini, guru dan kepala sekolah dapat mengelola kelas dan sekolah secara lebih profesional. Sistem meritokrasi diharapkan menjadi fondasi yang kuat untuk meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.
Menuju Sekolah Aman Tanpa Kekerasan
Pendekatan restorative justice di sekolah bukan hanya mengurangi kekerasan, tetapi juga membangun budaya toleransi dan empati. Siswa belajar menyelesaikan konflik dengan komunikasi, memahami akibat perbuatan, dan bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Mu’ti menekankan, semua pihak guru, kepala sekolah, orang tua, hingga pemerintah daerah harus bekerja sama. Hanya dengan kolaborasi yang harmonis, sekolah dapat menjadi lingkungan belajar yang aman, mendidik, dan bebas dari kekerasan.