JAKARTA - American Heart Association (AHA) baru saja merilis panduan terbaru terkait konsumsi makanan ultra-proses (ultra-processed foods/UPF) pada Agustus 2025. Panduan ini muncul bersamaan dengan laporan kedua Make America Healthy Again (MAHA) Commission yang dipimpin Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, Robert F. Kennedy Jr.
Laporan pertama MAHA pada Mei 2025 menyoroti dampak UPF terhadap meningkatnya penyakit kronis pada anak-anak. AHA menegaskan, sebagian besar makanan ultra-proses berkontribusi buruk pada kesehatan jantung. Organisasi nirlaba ini menyerukan agar industri pangan berhenti memproduksi produk berbahaya, sementara regulator perlu memperketat pengawasan.
Menurut Christopher Gardner, Professor of Medicine di Stanford University, junk food masa kini lebih berbahaya karena menggunakan bahan tambahan yang memicu makan berlebihan. "Kita punya banyak bukti bahwa terlalu banyak garam, gula, dan lemak berbahaya bagi tubuh. Saatnya kita fokus mengatasinya," ujar Gardner pada 6 Oktober 2025.
Risiko Konsumsi Ultra-Proses
Panduan AHA menekankan batas konsumsi gula tambahan, yakni maksimal enam sendok teh per hari untuk perempuan dan sembilan sendok teh untuk laki-laki. Data CDC menunjukkan bahwa warga AS di atas 1 tahun mendapatkan 55% kalori hariannya dari UPF, sementara anak-anak 1-18 tahun mencapai 62%.
Riset menunjukkan hubungan langsung konsumsi UPF dengan risiko serangan jantung, stroke, diabetes tipe 2, obesitas, dan kematian dini. Sebuah tinjauan meta-analisis pada Februari 2024 yang melibatkan hampir 10 juta orang mengungkapkan, satu porsi tambahan UPF per hari meningkatkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular hingga 50%.
Selain itu, UPF juga terkait dengan peningkatan risiko obesitas 55%, gangguan tidur 41%, diabetes tipe 2 sebesar 40%, dan depresi 20%. Untuk itu, AHA menyarankan masyarakat menghindari UPF tinggi lemak jenuh, gula tambahan, dan garam, serta membatasi konsumsi UPF yang masih bergizi.
Kategori Makanan Ultra-Proses
AHA membagi makanan ultra-proses ke dalam tiga kategori:
Paling sehat: buah dan sayur segar atau beku tanpa tambahan gula/garam, biji-bijian utuh, kacang tanpa garam, minyak nabati, susu rendah lemak, yogurt plain, daging tanpa lemak yang tidak diproses, air, serta produk nabati rendah gula dan lemak.
Cukup sehat: nasi putih, pasta, susu full cream, roti gandum olahan, kacang asin, buah kaleng dalam sirup ringan, keju keras, pengganti telur, sup rendah natrium dan lemak, serta makanan siap saji dari bahan sehat.
Tidak sehat: daging merah berlemak tinggi, daging olahan (sosis, nugget, hot dog), mentega, lemak babi, minyak kelapa, krim asam, jus buah 100%, sirup, keripik, makanan ringan manis, es krim, mie instan, pizza, makanan kaleng tinggi garam, dan minuman manis atau energi.
Profesor emerita Marion Nestle dari New York University menilai pendekatan “UPF sehat” bisa menyesatkan, karena riset menunjukkan meski UPF dianggap sehat, konsumsi kalori tetap lebih tinggi dibanding makanan yang dimasak sendiri.
Pentingnya Kualitas Pola Makan
AHA menekankan kualitas pola makan secara keseluruhan lebih penting daripada sekadar memilih beberapa UPF yang lebih baik. Gardner menegaskan, industri tidak bisa membenarkan produknya hanya karena sebagian kecil tergolong lebih sehat dibanding mayoritas makanan ultra-proses tinggi gula, garam, dan lemak.
Panduan terbaru ini diharapkan mendorong masyarakat lebih selektif dalam memilih makanan, meminimalkan konsumsi UPF berisiko, dan menjaga kesehatan jantung. Dengan perhatian lebih terhadap kualitas pola makan, risiko penyakit kronis akibat UPF bisa ditekan secara signifikan.